14/02/11

Hiduplah hidup

Pernahkah suatu ketika saat anda melihat seorang anak kecil tiba-tiba anda berpikir "aku melihat diriku yang dulu didalam dirinya"? Entahlah, saya seringkali merasakan hal itu saat saya melihat seorang anak kecil yang lebih banyak diamnya, takut akan perintah dan tampak menyimpan obsesi besar dalam dirinya yang belum tersalurkan. Saya seolah merasakan diri saya sendiri.

Hari ini adalah sejarah bagi anda, kita dan mungkin anak cucu kita. Terkadang apa yang kita lakukan saat ini adalah tentang mengejar sebuah ego, baik buruknya sengaja kita singkirkan sejenak, dan anggapan bagi kita yang terpenting saat ini adalah aku harus MENANG! aku harus BISA! aku harus COBA! Sama seperti saya sekira 10 tahun yang lalu mulai belajar memegang rokok lalu berangsur mencoba menikmatinya, bukan karena dorongan hati saya ingin mencoba-coba namun lebih karena ejekan dari teman-teman lain yang sudah lebih dulu merokok. Iya, waktu itu memang masa-masa labil saya sebagai remaja, masa saat saya begitu takut akan tekanan yang datang kepada saya tapi untungnya saat itu berakhir segera setelah saya dihadapkan pada masalah Ujian Nasional, sejenak saya menyingkir dari teman-teman perokok saya itu dan mulai fokus pada belajar. Dan sekarang, 10 tahun sejak masa itu saya mulai menyesal dan bersyukur pada apa yang terjadi saat itu. Menyesal karena saat itu saya harus kalah pada ejekan kawan saya dan bersyukur karena saya belum sampai kecanduan waktu. Tapi disamping itu, ada juga sisi saat saya menyesal pada diri saya karena dulu tak berani mencoba melakukan sebuah tantangan, mungkin waktu itu bukan karena takut tapi mungkin karena malu, minder terhadap kemampuan yang saya miliki. Saya ingat waktu kecil dulu paling takut saat disuruh mengaji, bukan karena apa-apa tapi karena saya tak bisa apa-apa ketika harus mengeja huruf-huruf iqro' sedangkan teman-teman sebaya saya sudah fasih melafalkan doa-doa, saya begitu jauh tertinggal. Tapi saya mampu bersyukur karena walaupun terlambat tapi akhirnya saya mampu mencoba mengalahkan rasa minder dan menguasai tiap huruf yang saya pelajari.

Bagi saya, masa lalu adalah kenyataan dan masa depan adalah disaat kita mampu melihat kebenaran atau kesalahan pada tindakan yang telah kita lakukan. Memang kadang-kadang (dan kebanyakan) selalu terikat kuat dengan penyesalan tapi yang saya lakukan tiap mengenang kegagalan masa lalu adalah dengan bersyukur, sebesar apapun kegagalannya saya justru memilih bersyukur. Saya ingat petuah bijak mantan pacar saya saat kami sedang mengenang masa-masa indah dulu: masa lalu membentuk kita. Butuh beberapa detik, beberapa menit, dan mungkin beberapa tarikan nafas yang begitu dalam saat saya berusaha memahami kata-kata itu. Iya, masa lalu begitu membentuk saya saat ini. Saya telah bertemu banyak orang, saya mencoba memahami karakter mereka dan selebihnya itu mampu membuka jendela dipikiran saya. Saya amat sangat bersyukur pada semua ini.

Masa remaja memang hanya datang sekali dalam seumur hidup, kata guru saya, tapi sebagian orang tak pernah bisa menjadi dewasa. Seseorang yang meninggalkan masa remaja tanpa pernah terjatuh, maka tak sempurnalah masa dewasanya. Masa remaja saya begitu datar, namun sekitar 1-2 tahun yang lalu akhirnya saya mampu merasakan beratnya sebuah kegagalan, kehancuran, supernova pada diri saya, disitu saya berfikir mungkin inilah cara agar saya mampu membumi dan melengkapi masa remaja saya.

Hidup itu berat, namun seberat apapun cobaan yang datang hiduplah dengan bersyukur ~ Suyatni, Ibuku.

10/02/11

Bapak untukku

"Hargai apa yang kamu miliki saat ini, jika kamu menghargai orang lain maka mereka akan menghormati kamu" ujar bapak ketika aku tanya kenapa setiap orang yang berpapasan dengannya selalu menyapanya. Saat itu siang begitu terik, sekitar jam 2 siang. Bapak saya menunggu dengan setia --disebuah bengkel vespa-- kepulangan anak sulungnya dari sekolah, berkali-kali saya meminta bapak untuk membiarkan saya pulang sendirian tapi mungkin instingnya tak pernah menyanggupi permintaan saya itu.

Bapak saya itu sangat imajiner, super kreatif. Bapak bisa membuat suatu prakarya dan saya selalu dibuat ternganga melihatnya, tapi masalahnya saya tak pandai merawat hasil kreasi bapak buat saya itu. Saya ingat saat kecil dulu pernah dibuatkan replika kapal laut dari bahan sterofoam oleh bapak, wah buat saya itu mainan termewah, terbagus, tercanggih yang pernah saya punya. Dilengkapi dengan dinamo dan batu baterai sebagai alat penggerak sekaligus pemberatnya, kebetulan waktu itu kakek punya sebuah kolam lele jadi saya selalu memainkannya dikolam tersebut. Suatu ketika kami pindah rumah, dan sialnya kapal-kapalan itu hancur terbelah jadi dua --maklum bahannya sangat rentan-- Bapak Ibu membutuhkan waktu berhari-hari menenangkan tangisanku dan suatu hari bapak membelikanku mainan robot sebagai gantinya, tapi bagiku kapal buatan bapak itu adalah yang terbaik dibanding mainan lain buatan pabrik. Atau pernah suatu ketika Bapak menggambarkan sebuah rangkaian kereta api untuk tugas sekolahku, itu adalah gambaran terhebat yang pernah saya lihat, detailnya sangat teliti dan lagi-lagi Bapak pintar membuat saya terkagum-kagum. Waktu itu saya tak rela bila hasil gambar buatan Bapak itu dikumpulkan karena khawatir bila tak dikembalikan maka saya membuat jiplakannya untuk dikumpulkan, sedangkan hasil karya Bapak saya simpan dilemari belajar tapi lagi-lagi saya teledor. Oh iya, karya-karya bapak itu sangat banyak sekali, dulu bapak pernah juga membuat kursi pantai, ayunan dari tambang, rumah-rumahan penghias lampu, pokoknya banyak banget deh. Dan bisa dipastikan, hasil karyanya itu bukanlah barang "biasa" tapi selalu unik dan mungkin hanya ada 1 itu didunia.
------------------------------------------------------------
Perjalanan dari rumah ke tempat dimana saya dijemput itu sekitar 3km, dan bapak setiap hari saat saya pulang kerumah selalu menaiki sepeda kumbangnya itu untuk menjemput saya, iya hanya sepeda kumbang karena hanya itu kendaraan keluarga yang kami punya. Dalam perjalanan pulang tak banyak yang kami obrolkan, paling-paling hanya hal sepele seperti "mamamu tadi masak sayur sop" atau "tadi waktu bapak ke tempat X, bapak ketemu Y" atau mungkin aku selalu bertanya pada bapak tentang identitas orang yang barusan menyapanya dan seringnya jawaban bapak adalah sama: "gak tahu". Anehkan bapakku itu?! Sepanjang 3km tak terhitung berapa banyak orang yang telah menyapa perjalanan kami tapi kebanyakan dari mereka justru bapak tidak kenal, saya sering mengritik pada bapak "pak, mbok kalau gak kenal gak usah disapa" bapakpun selalu memberikan jawaban super juara "ah kalau cuma ngasih kebaikan kita kan gak rugi". Kami --mungkin lebih tepatnya aku-- selalu berat untuk memulai suatu obrolan, entahlah, tapi bukan berarti kami jauh lho. Kami itu dekat, hanya kedekatan kami tidak dicerminkan pada topik obrolan, seringnya kami sekeluarga tertawa terbahak-bahak saat aku atau adik-adikku melemparkan sebuah lelucon. Bapakku itu pahlawan buatku, saya begitu mencintainya sampai tak mampu menemukan kata yang tepat untuk mengungkapkannya. Ya seperti itulah hubunganku dengan bapak. Tapi dari 4orang anak bapak, mungkin yang paling dekat adalah adik bungsuku. Seringnya sih saya selalu iri bila adik saya itu kerap menempel bapak, hahaha bukan karena iri pada sayangnya bapak tapi iri karena saya tak mampu melakukan apa yang dilakukan adik bungsu saya itu.

Dirumah, orang tua saya mengajarkan tentang demokrasi. Mereka jarang sekali melarang atau menolak pilihan anaknya kecuali dengan alasan yang sangat jelas. Mereka mengajarkan anak-anaknya untuk mengambil suatu keputusan. Dari mereka saya amat banyak belajar, hal pokok yang sampai saat ini telah terpatri pada diri saya adalah kalimat pembuka pada tulisan ini. Bahwa dengan menghormati, kebaikan kita tak akan berkurang tapi justru malah bertambah. Suatu saat saya sangat berharap saya mampu memiliki semua sisi positif dari bapak saya, sehingga anak-anak saya mampu merasakan kebahagiaan yang saya alami dari dulu sampai entah nanti saat kapan.

Tulisan ini hanya mampu menyampaikan sedikit dari kekaguman dan kecintaan saya pada bapak, selebihnya tak mampu untuk diungkapkan. Tetap sehat selalu, bapak!

anakmu.

04/02/11

Mesir, Imanda Amalia dan (mungkin) Doktrin

Pergolakan Mesir belum berakhir, pidato Presiden Mobarak belum menyelesaikan masalah. Kali ini massa pro dan anti Mobarak saling face to face berhadapan bahkan tak sedikit para aktivis dan jurnalis yang menjadi korban.

Kamis siang 3/2/2011 11.53 detik.com memberitakan seorang WNI menjadi korban atas konflik tersebut, sumber berita yang mengambil sebuah wall pengumuman facebook milik group science of universe itu menyebutkan korban bernama Imanda Amalia (28).

"Imanda Amalia (28) seorang WNI dan anggota UNRWA (lembaga PBB yang menangani konflik Palestina dan Lebanon) dilaporkan meninggal dalam pergolakan Mesir" demikian tulis pengumuman di wall tersebut. Bahkan tersebar juga percakapannya via BBm yang mengatakan bahwa mobil ambulance yang ditumpanginya diberondong peluru dan dia minta didoakan keselamatannya. Selang beberapa jam setelah penayangan berita tersebut oleh detikcom jagat dunia twitter digegerkan pada kenyataan bahwa IA ternyata bukan WNI, besar kemungkinan adalah orang keturunan Indonesia tetapi WN Australia. Setelah ditelusuri lebih lanjut oleh pihak kedutaan ternyata IA tersebut juga bukan anggota UNRWA. Sosok IA ini kemudian menjadi misterius, dan ternyata foto yang dipasangnya pada profil facebook dan BBm-nya (yang kemudian dijadikan wall screen oleh detik) adalah bukan fotonya sendiri melainkan seseorang bernama Farina Caesaria Juniar. Lebih anehnya lagi saat itu juga akun facebooknya pun dihapus, jadi sebenarnya siapa sosok Imania Amalia ini sebenarnya? Mengapa dia menggunakan foto orang lain untuk profil BBm dan Facebooknya? IA juga bukan staff UNRWA Kairo dan Jordan jadi dia disana sebagai apa? Jangan-jangan orang ini memang fiktif?!

Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa IA adalah aktivis kemanusiaan Gaza tapi officially tak berada dalam tim UN bahkan juga tak masuk dalam record-nya Gaza, WN Australia, menikah dan punya 1 anak. Tetapi yang belum terjawab adalah mengapa dia menggunakan foto orang lain yang bahkan dia belum kenal orang tersebut. Kalangan redaksi juga sempat kontak pihak keluarga dan hasilnya, bungkam. Aneh kan? Tetapi dapat dipastikan dia memang tewas di Kairo kemarin dan jenazah akan dibawa ke Perth. Misteri Imanda Amalia belum berakhir.

Teman facebook saya-pun kemudian ada yang share tentang sebuah milis dari m.voa-islam.com berjudul "Sebelum Gugur di Mesir Amanda Amalia Menyaksikan Keajaiban Jihad di Palestina" lagi-lagi sumber beritanya berasal dari group di facebook, science of universe. "dalam perjalananku tiba-tiba aku melihat hijab putih melingkupi anak tersebut.. seperti kabut tipis membentuk kubah melindungi anak tersebut. Jarak mereka begitu dekat dengan tentara yang mengejar mereka namun para tentara itu seperti tidak melihat. Sementara anak itu tak tersentuh peluru" demikian cuplikan dari milis tersebut. Bagi saya, apa yang ditulis IA dalam group FB itu seperti adanya upaya penanaman sebuah doktrin, dan saya berada dalam posisi antara percaya dan tidak percaya. Percaya akan keajaiban tuhan, tetapi setelah melihat sosok IA yang sangat amat misterius jadi terselip rasa curiga atas gerak-geriknya. Tuhan mungkin lebih tahu.

Mesir dan Bhinekka Tunggal Ika

Beberapa hari ini kita disuguhi revolusi yang sedang berlangsung di Mesir, maka wajarlah bila stasiun-stasiun tv dan jurnal berita didalam negeri pun ikut terbawa arus dalam hal peliputannya. Karena selain dari segi historis --dukungan Mesir-- diawal kemerdekaan republik ini, revolusi tersebut juga mengingatkan kita pada peristiwa yang pernah terjadi di Indonesia.

Saat politik dikuasai, saat kekuasaan di monopoli, saat masyarakat mulai jengah dan mengerti pada kediktatoran saat itulah terjadi pergolakan revolusi. Indonesia telah mengalaminya hampir 13 tahun yang lalu tapi saat ini Indonesia masih butuh menghargai demokrasi. Pembatasan hak, intimidasi media, tank dijalanan mungkin hanyalah sebuah cerita dari Mesir tapi kenyataannya disini disebuah Republik yang para pendirinya begitu menghargai perbedaan -- tertuang dalam asas Bhinekka Tunggal Ika -- masih sering terdapat pembatasan hak yang lebih kejam dari Mesir bahkan terdapat pengkotak-kotakan oleh media, mungkin yang membedakan antara Indonesia dan Mesir saat ini adalah kata "perang".

Di Indonesia masih banyak dan sering terjadi penyegelan bahkan pembakaran tempat ibadah, penyerangan terhadap kelompok yang berbeda, dan uniknya saat hal ini terjadi peran media hanya ada pada angka 1 dalam skala 1-10, bahwa bisa dipastikan pemberitaan pada masalah seperti ini tak lebih dari sekedar tolehan mata. Ada kelompok yang menganggap diri mereka sebagai polisi moral disini, mereka menganut paham fasis, berbeda berarti harus disingkirkan bahkan halal hukumnya darah orang-orang yang berbeda itu mereka alirkan. Dan jangan tanyakan soal aparat, penegakan hukum, dan keadilan disini. Kaum minoritas seperti kaum terbuang dan aparat, institusi dan hal terkait seperti sadar betul bahwa tak ada gunanya juga mereka membela bahkan untuk sekedar menolong kaum minoritas ini, mungkin mereka beranggapan bahwa sesalah-salahnya kaum mayoritas lebih berhak dibela daripada sebenar-benarnya kaum minoritas. Jangan tanyakan apa itu hak asasi dan kemerdekaan beragama dan berpendapat, bagi mereka kaum minoritas mungkin itu hanya penghias kaki burung garuda.

"Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan" - kutipan pembukaan UUD'45. Percayalah bahwa kekerasan tak akan menyelesaikan apa-apa, bukankah itu dasar filosofi pergaulan bangsa Indonesia sebagai bangsa timur? Semoga damai selalu menyerta kita.

NB: Tulisan ini didedikasikan untuk FPI dan komunitas-komunitas arogan lainnya.

02/02/11

Sendu Kematian

Aku ingin membisu, supaya kau dengar
pernah ada debar dihatiku
Aku ingin terpejam. Bergelayut damai
dalam rintihan doamu
Menangislah, sayang, pada kekalnya kebahagiaan
Biarkan aku kini tanpamu

Disana, alam tlah mengundangku
Disebuah istana yang dijanjikan
Sebelum kata terakhir. Sebelum sapa
sepi perpisahan
Sebelum kekal menjadi akhir

Ibuku pernah berkata: Jadilah
pohon, nak! Tancapkan akarmu
Menghunus
Tegarlah saat angin besar mengoyak
Itu takkan lama

Sayang, kini pohon amanat ibu
menyerupamu
Tegarlah


*didedikasikan untuk gadis yang menjadi yatim hari ini. Kuatlah