25/11/11

Bangun, Sayang. Aku Pulang!

Desember 26

Hai sayang, ini hari ulang tahunmu dan ini untuk ke tiga kalinya pula aku melewatkan hari penting dalam setahun hidupmu. Kau tau, sayang, berat rasanya saat aku menulis coretan-coretan kecil ini. Saat-saat yang seharusnya aku ada di sana, menghabiskan malam bersamamu dengan tawa, memeluk pinggangmu saat kau menunduk untuk meniup lilin-lilin kecil itu, dan menerima potongan pertama dari kue tart-mu, aku selalu berharap bahwa aku termasuk dalam salah satu doa yang kamu harapkan sesaat sebelum meniup lilin itu. Tapi rupanya jarak dan situasi sedang tidak bersahabat untuk kita saat ini, tahun depan aku ingin menjadi orang pertama yang membisikkan kata "selamat ulang tahun, sayang" tepat di kupingmu saat detik pertama menunjukkan pergantian hari.

Bagaimana kabarmu hari ini? Apakah kau sudah terlihat cantik untuk merayakannya? Walau aku jauh namun aku takkan pernah lupa, tadi sesudah makan malam aku meminjam korek Zippo temanku, aku sengaja menyiapkannya untuk ikut merasakan kebahagiaanmu. Kau tau, 1 tahun pertama adalah siksaan hebat untukku, aku tak tau siapa yang kuhadapi sebenarnya, rinduku atau medan laga ini. Aku kadang seperti mendengar tangisanmu saat bara rinduku mulai menggelora, rasa itu seakan semakin menjadi-jadi bahkan sering kali seperti sedang mencekik tenggorokanku saat aku takluk dan mulai meneteskan air mataku. Sepi malam yang membawa rindu atasmu juga menjadi musuh terberatku, terbunuh pelan-pelan karena sepi dan rindu adalah kematian paling menyakitkan dari yang pernah ada. Komandanku berkata "kita ada di sini untuk melindungi hak dan perdamaian bangsa" Tapi bukankah merindukanmu adalah hak-ku yang paling asasi selain beribadah pada tuhan? Dan untuk apa harus jauh-jauh ke mari bila berada di sisimu saja sudah membuat duniaku menjadi damai?! Tapi aku harus tetap bergerak, sepi -kataku tadi- hanya akan membunuhku pelan-pelan bila aku hanya meratap dan selalu meratap. Aku hanya ingin kamu tau bahwa aku tidak akan terbunuh dengan rindumu, aku ingin rindu ini dapat berupa wujud karena aku sungguh tak ingin dibuat melayang oleh bayang fatamorgana. Dan suatu saat kelak bila tiba-tiba aku merindukanmu aku sudah akan datang 5menit ke sisimu, bukan seperti sekarang yang hanya mampu melamun, menyesak dan akhirnya aku tutup dengan teriakanku. Mereka bilang kami ini adalah segerombolan tentara kafir yang menyerang mereka karena berbeda ideologi, aku juga tak tau dimanakah posisiku saat ini berada, apakah aku berada di pihak antagonis atau protagonis?! Entahlah, karena perbedaan ideologis mereka rela saling bunuh, aku ingat kejadian beberapa tahun lalu saat kita beradu argumen entah untuk berapa jam, kita saling berusaha mempertahankan pendapat kita tapi akhirnya kita mampu menyelesaikan semua hanya dengan tatapan mata, kenapa mereka tak mampu seperti kita? Peluru itu tajam, sakit dan membunuh, sama seperti rindu.

Bila rindu itu peluru, aku tak ingin melukaimu dengan itu. Bila rindu itu peluru, aku ingin menembakkannya ke awan dan ia meledak di sana, seketika itu akan turun rintik hujan yang membasahi mukamu. Bila rindu itu peluru, aku ingin menembakkannya ke kepalaku yang penuh dengan kamu. Kemarin, rekan sebarakku, Sersan Howard telah gugur, dia tertembak tepat di jantungnya. 3 malam sebelumnya kami masih berbagi whisky terakhir yang kumiliki, dia bercerita tentang anaknya yang lucu yang sebulan lalu berulang tahun. Saat ini mungkin dia amat berbahagia karena dia mampu menatap lagi anaknya dan bukan lagi lewat sebuah foto, tapi jangan khawatir sayang, aku tak akan bernasib seperti dia karena aku pasti pulang, pasti bersamamu.

Sekarang, kenapa tak kita bersama-sama meniup api kita? Aku lewat korek Zippo ini dan kamu dengan lilin berangka 27 yang ada di kue tartmu itu. Doakan rindu ini akan berwujud kehadiranku di sisimu. Aku pasti pulang. Dan aku pasti memelukmu, sayang.

08/11/11

Kamu Alasan Terbaikku

Semalam apakah nyamuk-nyamuk itu menggigitimu nak? Kulitmu yang semu gelap menjadi kontras dengan bintik-bintik merah.

"mah aku alergi gigitan nyamuk" ucapmu beberapa tahun lalu, yang entah berapa umurmu kala itu. Ibu seperti sedang mengalami "de javu" ke masa saat ibu rutin tiap pagi-sore memandikanmu, ya sama seperti sekarang, dulu ibu selalu bersenandung sambil meraba kalau kalau ada kawanan nyamuk yang menggigitmu setelah memperdaya ibu yang terlelap tadi malam. Maaf nak, kali ini ibu tak mampu seperti dulu, ibu tak mampu memandikanmu sambil menyanyikanmu sebuah lagu

~~~§§§~~~

Sayang, di bahumu adalah pelabuhan terakhir tempat segala perjalanan akhirnya tertambatkan. Waktu mungkin akan terus bergulir dan segala musim akan bergantian saling mengisi namun kenangan akan terus melekat.

Dingin mulai menjalari tubuhku, segera dekap aku, sayang. Tubuhku takkan pernah dikalahkan oleh beku, biarpun seluruh organku telah membujur kaku tapi ketahuilah sayang, aku selalu menghangatkan hatiku selalu agar kamu dan semua memori senyuman kamu tak akan pergi, bersemayam dan selalu memberiku alasan untuk bangga akan kehidupanku.

Ibuku hampir seperti aku, sangat suka untuk dipeluk. Jadilah orang pertama yang memeluknya saat melepasku. Kalian adalah alasan terbaikku meninggalkan semua ini dengan bahagia.



*) Sebuah karangan untuk mengenang pakdhe John.