30/05/12

Kamu dalam Mimpi Sederhanaku

30 - 5 - 2012

Tadi malam setelah kamu pulang dari masjid sehabis pengajian, kita sempat ngobrol via sms. Kita yang awalnya asyik bercanda tiba-tiba kamu tidak membalas smsku. Mendadak. Hmm, hal yang sering membuatku risau sebenarnya. Ya mungkin kamu ketiduran tapi aku takut bila tadi ada kata-kataku yang salah dan kamu marah.


Aku memang lelaki yang tak pernah menang pada deretan kata-katamu.


Aku menginginkan sebuah keluarga kecil bersamamu. Beberapa anak yang selalu kita ajarkan untuk tertawa dan bergembira. Bila suatu saat anak kita nakal, maka aku menyerahkan tugas antagonis padamu. Kamu yang diberkahi tuhan kemampuan cerewet boleh marah padanya, namun jangan dibentak, cukup tekankan pendidikan moral saja. Nanti bila dia tersungguk-sungguk akan menangis, biarlah dia kubawa jalan-jalan menaiki sepeda motor bututku. Biar aku belikan dia sepotong donat dan segulung gulali berwarna merah agar hilang sedihnya.


Ah tampaknya aku akan menjadi pria, suami dan ayah yang akan mudah luluh pada tatapan manja kalian.


Pilihan lain, bila kamu tak mampu menjadi sosok antagonis saat itu biarlah aku saja yang melakukannya. Bila nanti dia sudah akan menangis, maka aku meninggalkannya. Syukur-syukur bila dia yang berlari dan mengurung diri dalam kamarnya. Saat itu kamu harus dekati dia, peluk dan bagikan kehangatan. Mungkin aku akan mengintip kalian dari balik pintu dan menyesali perbuatanku memarahinya.


Aku harus berpura-pura tegar dan tegas menghadapi tatapan sendu manja mata kalian.


Aku lebih banyak membutuhkanmu. Terutama untuk menegakkan tulang punggungku agar tetap kuat dan menjadi navigatorku saat aku mulai kehilangan arah. Aku pastikan aku bukanlah pria yang lemah di hadapanmu, hanya saja mungkin aku pria yang amat mencintaimu dan takut kehilanganmu.

02/05/12

Rindu itu, Kamu.

Aku rindu kamu, apa kamu tak pernah sedikitpun rindu aku? Sekarang kita sudah berada pada jalur yang masing-masing kita pilih. Akupun sudah jarang sekali merindukanmu, tak kronis seperti 4 bulan pasca pointbreak itu. Banyak hal yang sampai saat ini masih ku sesali tapi biasanya semua lekas memudar ketika aku mencoba bersyukur pada keadaan.

Seringnya aku berharap kamu diam-diam terus mengikuti blog ini dan menjadi pembaca rahasiaku karena mana mungkin kita berkomunikasi dua arah, satu-satunya cara adalah (mungkin) pada saat tertentu kamu rindu padaku dan penasaran dengan kabarku kini, maka kamu sering membuka blog ini dan akupun berusaha rajin menulis menceritakan keadaanku.

Tak pernah mudah melupakanmu, yang sering aku lakukan adalah berpura-pura bahwa kita saat ini tidak sedang saling meninggalkan tetapi hanya tertidur sejenak, suatu saat pasti kamu akan terbangun dan orang pertama yang ada untuk kamu peluk adalah aku. Karena kenyataan adalah pahit, maka seringnya aku sedikit memodifikasi rasanya, bukan menambahkan bumbu tapi hanya membayangkan bahwa yang kurasakan saat ini hanya kulit luarnya, isi sebenarnya pasti tak terkira manisnya.

Kamu, kamu sedang apa di sana saat ini? Mungkinkah kamu sedang men-scroll isi phonebook ponselmu dan berusaha menemukan namaku di situ? Ah tak mungkin kamu temukan, kamu sudah menghapusnya bahkan sebelum jantungku berhenti berdetak saat kita akhirnya bertolak belakang. Ingatkah? Saat itu kamu menangis sambil memenceti tombol hpmu dan menghapus namaku dengan hati yang terpecah, bahkan serpihan pecahannya sering membuatmu kembali terisak kala sepi mengelilingimu. Lagipula akupun tak pernah berhasil mendamaikan hatiku dengan keadaan, entah sudah berapa nomer hp yang kubuang saat aku kembali mengingatmu. Seperti saat ini, mungkin ini malam terakhir untuk nomer ini. Bukan, bukannya aku berusaha menghapus jejak yang sudah aku tapakkan, tapi mungkin akunya sendiri yang terlalu pengecut untuk menyadari bahwa jarak kita terlampau amat jauh. Aku masih di area yang sama seperti waktu itu, bukannya aku diam tak bergerak, aku sudah bergerak kok tapi mungkin jangkahan kakiku terlalu kecil dan tiap aku langkahkan aku selalu melihatmu berlari membelakangiku.

Sudahlah, aku harus kembali melangkah nih. Ya walaupun langkah kecil tapi kan tetap berarti.

Hehehe





untuk sahabatku: Iyal.

Untuk Kamu

Dituliskan kepadamu: seorang wanita yang di bibirnya melengkung senyum tipis indah.


Entahlah, saat aku menulis ini, aku berusaha mencari alasan sederhana mengapa aku mendadak begitu bersemangat menuju kantor pos dan mengirimkan sedikit coretanku ini. Untuk kamu baca saat otot-otot lehermu tegang, untuk sekedar pesan pengingatku padamu yang seperti: "sayang, kenapa kamu terlalu capai? ambillah waktumu sebentar".

Kamu tak suka baca dan bukan karena alasan itulah surat ini dibuat. Kadang saat kata-kata dan lidahku terasa kelu kala memujimu, aku berusaha menuliskannya. Kadang juga saat aku yang lugu merasakan malu hingga membuat kakiku bergetar saat hendak memujimu, aku juga lebih suka menuliskannya. Tapi, aku harap kamu tak pernah mengetahui rahasiaku selama ini: tiap dihadapanmu, aku merasa kaku. Di mulutku kutub utara, beku. Di kakiku kutub selatan, beku juga. Hanya, perutku terasa panas, mual. Aku berpura-pura selayak pahlawan Amerika gagah berani, mengikat jidat dengan secarik kain merah dan bergumam "I'm Rambo" hanya saja selama ini kamu tak tau bukan?

Dan aku sangat menyayangimu.

Bagaimana mungkin senyummu yang mengandung narkoba itu belum tertangkap. Oleh kecupanku.

Kadang saya membayangkan jadi bayangan kamu, agar kamu tahu sisi indah kegelapan.

Dalam sepi, pikiranku hutan di kaki gunung. Aku berharap menemukan
kamu di hulu sungai, mata air.

Dalam kesunyian, kamu yang di pikiranku jauh lebih hidup dibanding aku. Hatimu sungguh dalam. Sudah lama aku jatuh apa kamu merasakannya?

Banyak yang bisa mengatakan cinta dengan indah. Banyak yang bisa menunjukkannya. Aku cari yang sedikit; yang bisa keduanya. Kamu.

Jika dunia ini panggung sandiwara, Sekali waktu aku ingin memeluk dan mengecup keningmu di belakang panggung.

Happy Living

Do wanna an happy living?
(1) count
your blessings, not your troubles;
(2) live one day at a time;
(3) say "I love you"
(4) be a giver, not a taker;
(5) seek for good in everyone & everything; (6) pray everyday
(7) do at least 1 good deed a day;
(8) learn to keep priorities in line;
(9) let no little imaginary things bother you (10) practice a "do it now" habit;
(11) fill your life with good;
(12) learn to laugh & cry
(13) smile & the world will smile with you; (14) fear nothing or no one; and.
(15) let go & let God take over.

Menualah Bersamaku

Rambutku tak akan selamanya hitam.

Bila sudah tiba saatnya, aku akan sangat merindukan masa-masa ketika tulang punggungku masih sanggup untuk menjelajahi kotamu.

Di halaman belakang rumah kita, akan terhampar taman rumput yang hijau. Yang tiap panjang rumputnya akan selalu terawat rapi persis rambut cepak militer. Di sebelah sisi sana, akan ada miniatur air terjun buatan agar suasana terlihat segar. Di bawahnya, ada kumpulan bunga-bunga cantik yang menanti cipratannya sehingga kita tak perlu setiap hari menyiraminya. Harusnya ada pula sebuah pohon trembesi yang batang atasnya melebar sebagai peneduh. Sebuah kursi taman panjang berwarna putih akan setia bersembunyi dibalik bayangannya.

Kita akan duduk-duduk mesra di kursi itu, tiap hari, menggosipkan tentang dua cangkir teh dan senja sore. Anak-anak kita, biarlah mereka bersendara gurau dengan anak-anaknya di padang rumput kita. Sesekali kita akan tertawa geli menyaksikannya.

Kamu tahu, ada harapan yang bersinar saat aku menatap matamu kala itu. Ada masa depan. Dan itu, kamu.