12/12/11

Kekuatan Sebuah Buku Pada Peristiwa Rawagede

Pengadilan Den Haag beberapa bulan yang lalu memenangkan tuntutan keluarga korban Rawagede dan menyatakan pemerintah Belanda harus bertanggung jawab, namun tak banyak dari kita yang tahu bahwa gugatan keluarga korban Rawagede itu sejatinya berawal dari sebuah buku. Buku itu bejudul 'Riwayat Singkat Makam Pahlawan Rawagede' yang ditulis oleh Sukarman, diterbitkan pada tahun 1991.

Sukarman adalah salah satu putra dari korban pembantaian Rawagede oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947. Ayah Sukarman, Sukardi adalah pejuang Indonesia yang lolos dari pembantaian Rawagede. Sukarman menulis buku itu karena tidak ingin pengorbanan besar rakyat Rawagede demi kemerdekaan itu dilupakan begitu saja.

Ia tidak mau peristiwa pembantaian Rawagede itu 'hanya' dikenang melalui bait puisi "Karawang- Bekasi" karya Chairil Anwar.

Bagi Sukarman Peristiwa Rawagede itu sangat memilukan, dia ingin menceritakan secara gamblang apa yang sebenarnya terjadi di Rawagede. Sukarman mendapatkan cerita yang utuh pembantaian Rawagede dari kedua orang tuanya dan istri-istri para korban yang msh hidup, intinya buku 'Riwayat Makam Pahlawan Rawagede' berisi keterangan istri-istri para korban Rawagede yang masih hidup. Saat buku itu ditulis pada tahun 1991 jumlah janda korban Rawagede masih 50 orang, kini mereka tinggal 6 orang yang masih hidup, salah satunya Cawi, ibunda Sukarman.

Tanpa diketahui Sukarman buku 'Riwayat Makam Pahlawan Rawagede' setebal 40 hlmn itu menyebar di negeri Belanda. Tanpa sepengetahuannya buku tsb dibawa dibawa pengurus Badan Kontak Legium Veteran RI, Alif Jumhur. Di Belanda, buku itu menyedot perhatian akademisi, politisi dan wartawan hingga kemudian dicetak ulang.

Setelah membaca buku itu orang-orang Belanda sangat kaget dengan kisah pembantaian Rawagede di buku itu. Yang mereka tahu Indonesia adalah bagian dari Kerajaan Hindia Belanda sehingga tidak ada penjajahan apalagi pembantaian. Beberapa bulan setelah buku itu beredar, sejumlah akademisi dan wartawan Belanda datang ke Rawagede, mereka berupaya menggali peristiwa yang sebenarnya di desa Rawagede yang jaraknya 20 kilometer dari Kota Karawang. Lalu bagaimana pengaruh buku 'Riwayat Makam Pahlawan Rawagede' di Indonesia sendiri?

Ironisnya di Indonesia sendiri, buku itu hanya menarik perhatian para veteran perang kemerdekaan saja. Untungnya buku 'Riwayat Makam Pahlawan Rawagede' dibaca oleh Pangdam Siliwangi saat itu, Mayjen TNI Tayo Tarmadi. Begitu membaca buku itu, Tayo langsung mendatangi Sukarman. Tayo meminta Sukarman untuk mengusulkan pendirian Yayasan. Pangdam Siliwangi Tayo Parmadi juga memerintahkan untuk mengumpulkan kuburan para korban dlm satu lokasi berikut membangun monumen Rawagede.

Langkah awal yang digagas Tayo ini akhirnya bergulir ke langkah-langkah selanjutnya hingga berujung pd tuntutan para korban Rawagede ke pemerintah Belanda. Sukarman (60 thn) penulis buku 'Riwayat Singkat Taman Pahlawan Rawagede' hingga kini menjadi Ketua Yayasan Rawagede.

Menurut Sukarman, buku setebal 40 hlmn itu sudah 3 kali naik cetak. Total lebih dari 5.000 eks yg tersebar di masyarakat. oya, apa itu peristiwa pembantaian Rawagede? silahkan disimak di sini http://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Rawagede

Demikian cerita tentang buku Riwayat Makam Pahlawan Rawagede yang membuktikan bagaimana dahsyatnya kekuatan sebuah buku. Semoga Manfaat. @htanzil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar